
Industri Karet Bakal Bangkit Lagi 2010
AKSI demonstran yang menutup Bandara Suvarnabhumi, tampaknya tidak membuat cemas sekitar 200 pengusaha produsen dan pembeli karet dunia yang sedang mengadakan pertemuan tahunan di Bangkok, Rabu (26/11).
Para produsen dan pembeli karet dunia lebih pusing akibat anjlok harga karet akibat turunnya permintaan industri ban. Permintaan ban anjlok akibat industri mobilnya menurunkan target penjualannya secara drastis karena resesi ekonomi dunia.
Negara anggota Asosiasi Negara-negara Produsen Karet (ANRPC) yang hadir dalam pertemuan tahunan itu sebanyak sembilam negara, yakni Thailand, Indonesia, Malaysia, India, Vietnam, China, Srilanka, Papua Nugini dan Singapura.
Selain para negara produsen hadir juga organisasi karet lainnya seperti ITRC (International Tripartite Rubber Council) dan IRCo (International Rubber Consortium Limited), dan Asean Rubber Business Council.
"ANRPC harus bekerjasama erat dengan ITRC dan IRCo untuk mengatur pasokan dan stok simpanan untuk mempertahankan industri karet," kata Deputi menteri pertanian dan koperasi Thailand Teerachai Saenkaew ketika membuka ANRPC Annual Rubber Conference 2008, di Bangkok, Rabu (26/11).
Para petani karet kecil telah menikmati harga komoditas ini yang tinggi sejak tahun 2002 hingga awal September 2008 sebelum krisis keuangan menghancurkan harga komoditi dan menghancurkan kehidupan para petani kecil, katanya.
Ia menguraikan, krisis ekonomi dunia saat ini telah menimbulkan dampak pada industri mobil dan ban. Penjualan mobil menurun sejak kuartal kedua tahun ini. Tiga raksasa mobil, General Motors, Ford Motor, dan Chrysler, dilaporkan rugi besar pada kuartal ketiga dan menuntut talangan ("bailout") pemerintah Amerika.
Pada saat yang sama, para produsen mobil Jepang juga menurunkan target penjualannya, dimana semuanya itu mempengaruhi kepada industri ban dan permintaan karet dari para produsennya.
Di Indonesia, pada Agustus 2008 harga karet mencapai Rp14.000 per Kg. Pertengahan Oktober 2008, merosot tajam menjadi Rp4.200 per Kg.
Di propinsi Riau saja, diperkirakan para petani sawit dan karet merugi hingga Rp5,8 triliun akibat merosotnya harga dua komoditas itu. Diperkirakan, sekitar 552.000 keluarga petani yang bekerja di perkebunan kelapa sawit dengan pola mandiri bisa mendadak miskin.
Repotnya, menurut kepala riset ANRPC James Jacob, para negara produsen sedang meremajakan sebagian besar pohon karetnya, bahkan banyak yang membuka perkebunan karet baru karena sejak tahun 2002 harga komoditas ini bagus.
ANRPC didirikan tahun 1970 beranggotakan sembilan negara yakni Thailand, Indonesia, Malaysia, India, Vietnam, China, Srilanka, Singapura dan Papua New Guinea dengan total produksi 9,72 juta ton per tahun.
Thailand merupakan produsen terbesar karet dengan volume 3,056 juta ton per tahun, disusul Indonesia 2,75 juta ton, Malaysia 1,2 juta ton, India 811.000 ton, Vietnam 602.000 ton, China 600.000 ton dan Srilanka 118.000 ton.
Ketiga negara produsen karet terbesar Thailand, Indonesia, dan Malaysia sepakat menurunkan produksinya agar harga karet tidak jatuh terus. Menurut Ketua Gapkindo, Daud Husni Bastari, dampaknya sudah mulai terasa kurangnya pasokan di pasaran.
Di Indonesia, Menteri pertanian Anton hanya bisa menghimbau petani untuk menurunkan produksinya. Sudah pasti pendapatan petani makin turun karena harga komoditi sudah turun ditambah menurunkan produksinya.
Sementara pemerintah Malaysia berupaya membuat skema agar pendapatan petani karet dan sawit dilindungi minimal 1.000 ringgit (Rp3,3 juta) per bulan.
Ketika ditanya hal itu, ketua Gapkindo (Gabungan pengusaha karet Indonesia) mengatakan, "Berapa lama pemerintah Malaysia akan menalangi petaninya. Jika Indonesia melakukan hal itu, apakah pemerintah punya uang," katanya.
Padahal kepada para pemegang saham, pemerintah mengeluarkan komando kepada BUMN untuk membeli saham-saham di pasar modal, yang intinya menyelamatkan orang-orang kaya.
Prakiraan optimis
Yang menarik adalah analisis mengenai industri mobil dan karet yang dikemukakan oleh Sekjen IRSG (International Rubber Study Group), Hidde P Smit. Dengan pengalaman masa lalu, ia memperkirakan industri mobil dan karet akan turun sedikit pada tahun 2008 hingga 2009, tapi tahun 2010 hingga 2020 akan terus berkembang.
"Jadi para pengusaha dan petani karet jangan terlalu khawatir. Peremajaan dan ekspansi perkebunan karet harus terus dilakukan untuk mengantisipasi permintaan pada tahun 2010 hingga 2020," kata Smit, dengan santai dan optimis.
Smit memaparkan proyeksi sangat optimis mengenai permintaan mobil, terkait dengan permintaan karet dunia berdasarkan data-data dari IMF. "Proyeksi ekonomi 2008 IMF sudah beberapa kali direvisi. Ada revisi Juli, Oktober dan November. Saya menggunakan data-data yang terakhir," katanya.
Jika bicara pertumbuhan ekonomi dunia maka harus bicara tentang produk domestik bruto (PDB). Proyeksi IMF, PDB 2009 akan turun hingga 2,5 persen tapi 2010 sudah naik lagi menjadi 4,2 persen, ujar Sekjen IRSG itu.
Proyeksi di sektor otomotif, kendaraan terpakai di dunia hingga tahun 2008 diperkirakan mencapai 690 juta kendaraan, tapi 2020 akan mencapai 980 juta unit kendaraan.
Untuk penjualan mobil kendaraan penumpang dunia, pada 2009 memang akan mengalami penurunan sedikit dari 50 juta mobil turun menjadi 42 juta mobil, tapi 2010 mulai naik dan diperkirakan naik lagi pada 2020 sekitar 60 juta mobil.
Untuk kendaraan komersial (barang) dunia hingga tahun 2008 diperkirakan mencapai 250 juta kendaraan dan diramalkan tahun 2020, kendaraan barang yang terpakai mencapai 370 juta unit.
"Jadi industri karet janganlah pesimis dulu," kata Smit.
Sedangkan proyeksi penjualan kendaraan komersil dunia tahun 2008-2009 memang akan turun sedikit dari 21 juta mobil menjadi 17 juta, tapi 2010 akan naik lagi dan terus naik hingga 2020 mencapai sekitar 28 juta unit.
"Tentu saja permintaan atau produksi mobil yang tinggi akan berdampak pada permintaan ban dan karet alam," tambahnya.
Proyeksi produksi dan permintaan ban dunia untuk kendaraan penumpang 2008-2009 akan turun sedikit dari 1,2 miliar ban menjadi sekitar 1 miliar ban, tapi di tahun 2010 akan naik dan terus naik hingga 2020 mencapai 1,4 miliar ban.
Proyeksi permintaan ban untuk kendaraan komersial dunia 2008-2009 akan menurun sedikit dari 420 juta menjadi sekitar 400 juta ban, tapi mulai 2010 akan terus naik hingga pada 2020 mencapai 700 juta ban.
Penulis, wartawan Antara
Namba +++
Na....re' pikirkan diwek makmane beneaanya mun lok ini...???
0 komentar:
Posting Komentar